Oleh Jajang Suryana
1. Mengubah Mitos dengan Cerita (Pertunjukan) Wayang
Contoh kasus, masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta, yang petani diajak mengubah kebiasaan mereka sehari-hari menjadi pelaut, menjadi nelayan. Mereka menolak. Mereka percaya bahwa ada kepercayaan, jika penduduk Gunung Kidul melaut, mereka akan dimurkai Nyi Loro Kidul. Sebagai cerita mitos, hal itu sangat dipercaya bahkan dihargai oleh masyarakat Gunung Kidul, sehingga tidak ada satu pun masyarakat Gunung Kidul yang berani mengambil risiko mencari murka Nyi Loro Kidul. Jadi, ketika ada tim pengabdian masyarakat dari UGM mencoba mengajak masyarakat untuk mengubah kebiasaan dari bertani menjadi melaut, ajakan tersebut ditolak mentah-mentah.
Satu solusi yang dipilih oleh tim pengabdian UGM adalah mengubah mitos. Mereka perlu waktu 20 tahun agar masyarakat bisa melepas kepercayaan mereka terhadap mitos. Dibuatlah cerita tandingan, kebalikan dari isi mitos. Cerita itu secara gencar disampaikan melalui pertunjukan wayang. Para dalang wayang disetir untuk menceritakan bahwa Nyi Loro Kidul sangat senang jika warga Gunung Kidul melaut. Bahkan Nyi Loro Kidul, dalam cerita tandingan tersebut, mengundang masyarakat Gunung Kidul agar selalu dekat dengan laut, mencintai laut.
Usaha tersebut sempat menelan korban. Ketika masyarakat Gunung Kidul mulai berani melaut, mulai berani meninggalkan perilaku bertani, ada sejumlah pelaut baru yang meninggal. Mengapa? Karena masyarakat Gunung Kidul tak pernah mengenal air besar seperti laut. Mereka tak punya sungai, apalagi sungai besar. Jadi, masyarakat Gunung Kidul pada awalnya sama sekali tidak mengerti bagaimana cara mengelola dan menaklukkan air laut. Tetapi, setelah melalui pembelajaran yang panjang, mereka mampu menjadi pelaut, petani laut.
2. Motivasi adalah fungsi kepentingan
Dalam peristiwa tadi, ada satu kunci keberhasilan yang bisa didapatkan oleh tim pengabdian kepada masyarakat UGM, yaitu melakukan upaya “penyentuhan” kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Jika kepentingan masyarakat tidak tersentuh ketika ada upaya mengubah pola pikir mereka, mereka tidak akan memiliki motivasi untuk mengikuti anjuran perubahan. Kegiatan apa pun yang ditawarkan kepada masyarakat, jika tidak menyentuh kepentingan masyarakat, pasti tidak mendapat dukungan penuh atau bahkan ditolak.
3. Masalah mutu tidak terkait tempat
Belajar dari kondisi penjual makanan enak dan unik, misalnya, yang bisa didatangi oleh banyak orang sekalipun berlokasi di tempat yang jauh dan susah dijangkau, ada satu nilai praktis yang bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam mengelola mutu kegiatan. Ternyata, pada masa kini, tempat tidak menjadi pertimbangan nomor satu ketika ingin memasarkan produk bermutu. Tempat yang sulit dijangkau secara kondisi pasar, yang terpencil, bahkan menjadi bagian sisi yang menarik bagi pengguna produk. Kuncinya adalah kondisi makanan yang dijual harus telah dikenal memiliki mutu. Keterkenalan produk karena mutunya, menyebabkan orang-orang rela mengantri untuk mendapatkannya. Seperti di Bandung, ada seorang penjual makanan yang secara unik membuka warungnya tepat pukul 24.00 malam. Produk yang dijual sangat bermutu. Penjualannya menggunakan waktu yang unik. Karena mutu yang mengikat pembeli dan keunikan waktu penjualan, begitu banyak pembeli yang rela mengantri sekalipun harus mengantri tengah malam.
Salut buat tim pengabdi dari UGM sanggup merubah mitos yg sudah mendarah daging. Kalo u menumbuhkn minat dan budaya membaca gmn solusi tepatnya y?
BalasHapusCz krngnya masyarakat thdp buku sptny sdah mengakar sekali.